Cerpen Pustaka di Langit Gaza Episode 2: Buku yang Tersisa

Pagi itu, setelah membantu ibunya di dapur, Rania menggenggam tangan Yusuf, adik laki-lakinya yang baru berusia 7 tahun. Mereka berdua mengenakan sandal lusuh, siap berjalan ke sekolah yang hancur. Matahari Gaza yang terik menemani langkah kecil mereka, sementara jalanan penuh puing menjadi tantangan yang harus mereka lewati.

“Yusuf, kau yakin ingin ikut?” tanya Rania sambil menatap mata adiknya yang penuh semangat.

Yusuf mengangguk. “Aku mau bantu. Kalau ada buku yang berat, aku bisa membawanya,” katanya sambil menunjuk tas ransel kecilnya yang terlihat usang.

Ketika mereka tiba di sekolah, pemandangan itu membuat dada Rania sesak. Bangunan yang dulu berdiri megah kini hanya tinggal reruntuhan. Namun, di antara puing-puing itu, perpustakaan sekolah masih memiliki satu sudut yang berdiri tegak, meski penuh debu dan retakan.

Rania dan Yusuf mulai mencari di antara tumpukan buku yang berserakan. Beberapa halaman sudah robek, tapi Rania tetap tersenyum saat menemukan sebuah buku cerita bergambar yang masih utuh.

“Yusuf, lihat ini! Aku ingat buku ini! Dulu Bu Guru sering membacanya untuk kita,” kata Rania sambil mengelus sampul buku yang bergambar seekor burung merpati terbang di langit biru.

Yusuf ikut tersenyum, tapi matanya tertuju pada sebuah kotak kayu kecil di sudut ruangan. “Kak, itu apa?” tanyanya sambil menunjuk.

Mereka bersama-sama membuka kotak itu dan menemukan beberapa buku tulis, pensil, dan crayon yang masih bisa digunakan. Mata mereka berbinar.

“Kita harus membawa ini pulang. Anak-anak di lingkungan kita pasti akan senang,” kata Rania.

Namun, perjalanan pulang mereka tidaklah mudah. Di jalanan, mereka harus berhenti beberapa kali karena suara pesawat yang terbang rendah. Rania menggenggam tangan Yusuf erat-erat, mencoba melindungi adiknya.

“Kak, kenapa mereka selalu datang?” tanya Yusuf dengan nada polos.

Rania hanya bisa menjawab dengan lembut, “Mungkin mereka tidak tahu kalau kita hanya ingin belajar dan bermain seperti anak-anak lain.”

Saat akhirnya mereka tiba di rumah, Rania meletakkan buku-buku itu dengan hati-hati di atas meja kecil di sudut ruangan. Ia merasa harapan mulai tumbuh kembali.

“Yusuf, kita akan mulai perpustakaan kecil di sini. Kita akan belajar bersama teman-teman kita. Setuju?” tanya Rania.

Yusuf tersenyum lebar. “Setuju, Kak! Aku juga ingin belajar menggambar lagi.”

Malam itu, meski suara dentuman bom terdengar di kejauhan, Rania dan Yusuf tertidur dengan senyum. Mereka tahu, hari esok akan menjadi langkah baru untuk harapan mereka.

Author: Dr. Sunarto Zulkifli


Lihat Episode Selanjutnya.

Facebook Comments Box

You might also like
Shopping cart

No products in the cart

Return to shop
TERBATAS UNTUK UNDANGAN

Forum yang dirancang untuk memperkuat kolaborasi dan sinergi dalam menjawab tantangan-tantangan kemanusiaan di tingkat lokal, nasional, dan global.

Promo Don't Show Again Yes, Saya Hadir
Chat WhatsApp
WhatsApp